Mengenal Beneficial Owner Pemilik Manfaat dan Kedudukannya Dalam Suatu Badan Usaha

Indonesia merupakan negara hukum yang dalam setiap laku kehidupan negara dan warga negaranya diatur dengan hukum, baik dalam lingkungan paling privat sampai pada urusan publik dan kenegaraan. Hukum sebagai kesatuan norma yang hidup dan dijalankan oleh subjek hukum, memiliki legitimasi terhadap pengaturan dan pemberian sanksi dari suatu perbuatan yang dilakukan.

Hubungan hukum dan subjek hukum menjadi penting, hal ini dikarenakan suatu hukum dapat bekerja setelah diterima dan diakui oleh subjek hukum. Kondisi yang demikian itu, menjadikan hubungan antara kedua-nya berdiri secara seimbang, dimana hukum memenuhi kebutuhan subjek hukum dan sebalikya, subjek hukum mengakui dan menjalankan hukum secara konsekuen. Dengan adanya keseimbangan antara hukum dan subjeknya, kehidupan negara dan hubungan antara warga negara menjadi lebih teratur, teratur dalam tujuan, teratur dalam pelaksanaan dan teratur dalam penindakan.

Ketaraturan antara hukum dan subjek hukum menjadi aspek penting dalam tata kehidupan, tidak terkecuali dalam bagian hukum bisnis/korporasi. Dalam hukum bisnis/korporasi diketahui subjek mana saja yang memiliki kewenangan dalam pengurusan, operasi dan ketertiban bisnis yang dijalankan oleh korporasi. Subjek dalam korporasi tersebut disebut sebagai organ perusahaan. Organ tersebut terdiri dari penjabat operasional perusahaan, forum pengambilan keputusan serta penjabat pengawas perusahaan. Keberadaan organ perusahaan memegang kendali penuh terhadap operasi bisnis dan kepatuhan hukum suatu perusahaan, dimana kewenangan yang diberikan terhadap setiap subjek organ sudah memiliki tugasnya yang ditentukan undang-undang.

Keberadaan organ perusahaan yang mengoperasikan perusahaan merupakan bentuk kepatuhan terhadap ketentuan hukum, dimana keberadaan organ perusahaan adalah sebuah keharusan yang diatur dengan hukum. Pada sisi yang lain, keberadaan organ perusahaan mengisyaratkan adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan profesional dikarenakan yang menjalankan perusahaan merupakan kelompok profesional berdasarkan pilihan yang dipilih dan diputuskan dalam suatu forum tertinggi pengambilan keputusan.

Dalam perkembangan hukum, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme telah melahirkan norma baru terkait satu orga yang dalam korporasi memiliki tugas dan kewenangannya sendiri diluar organ yang sebelumnya di atur dalam UUPT. Dalam PERPRES tersebut diatur tentang Beneficial Owner/Pemilik Manfaat dari suatu korporasi, baik korporasi yaang berbentuk Yayasan, Perkumpulan, Koperasi, Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan tidak terkecuali Perseroan Terbatas (PT).

Beneficial Owner/Pemilik Manfaat berdasarkan Ketentuaan Pasal 1 Ayat (2) PERPRES Nomor 13 Tahun 2018 didefinisikan sebagai orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan Direksi, Dewan Komisaris, Pengurus, Pembina, atau Pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria.

Selanjutnya, keberadaan Beneficial Owner/Pemilik Manfaat dari suatu korporasi merupakan sesuatu yang wajib berdasarkan PERPRES Nomor 13 Tahun 2018. Sifat wajib harus dipenuhi oleh suatu korporasi membuat setiap korporasi mengikuti penerapan prinsip mengenali Beneficial Owner/Pemilik Manfaat sebagaimana yang dimaksud dalam PERPRES ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku.

Selain itu, Beneficial Owner/Pemilik Manfaat pada suatu korporasi yang memiliki wewenang sebagaimana di atur dalam Ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Jo Pasal 4 Huruf (d) sampai Huruf (g) merupakan suatu norma baru dalam segi hukum bisnis yang ada di Indonesia. kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Beneficial Owner/Pemilik Manfaat tersebut secara normatif memiliki gabungan kewenangan dari organ suatu perseroan yang terlebih dahulu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Persroan Terbatas (UUPT).

Hal-hal seperti menunjuk dan memberhentikan Direksi/Komisaris/Pengurus/Pembina, mengendalikan korporasi, menerima manfaat dari korporasi berupa dana maupun saham baik langsung maupun tidak langsung merupakan kewenangan yang sebelumnya menjadi tugas dari organ perseroan. Kewenangan menunjuk dan/atau memberhentikan Direksi dan/atau Komisaris pada ketentuan UU 40 Tahun 2007 merupakan kewenangan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kewenangan untuk mengendalikan perusahaan baik operasionalisasi perusahaan maupun pengawasan perusahaan dilakukan oleh Direksi dan Komisaris pada suatu perusahaan.

Lantas siapakah yang disebut sebagai Beneficial Owner/Pemilik Manfaat dalam PERPRES 13 Tahun 2018 ini. Berdasarkan pada Ketentuan Pasal 4 PERPRES 13 Tahun 2018 menyebutkan kriteria Beneficial Owner/Pemilik Manfaat pada suatu korporasi antara lain: Pertama, memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar., Kedua, memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar., Ketiga, menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh Perseroan Terbatas (PT) per tahun.

Alasan mengapa lahirnya ketentuan terkait Beneficial Owner/Pemilik Manfaat dari PERPRES Nomor 13 Tahun 2018 ini jika ditelisik lebih lanjut merupakan respon terhadap maraknya praktik pencucuian uang yang dilakukan oleh subjek badan hukum di Indonesia, ditambah lagi kegiatan pencucian uang tersebut bertujuan untuk mendanai organisasi-organisasi yang dilarang, khususnya organisasi teroris internasional. Oleh karena itu, tujuan dari adanya Beneficial Owner/Pemilik Manfaat pada suatu korporasi tidak lain sebagai langkah preventif dan antisipatif terhadap kemungkinan masuknya dana-dana dari hasil tindak pidana pencucian uang yang digunakan oleh pelaku kejahatan terorisme di Indonesia.

Meskipun belum berlaku secara binding dan efektif terhadap seluruh korporasi yang ada di Indonesia, gagasan terkait Beneficial Owner/Pemilik Manfaat pada suatu korporasi menjadi salah satu solusi dari kejahatan pencucian uang dalam pendanaan aksi terorisme di Indonesia. Oleh karena itu, lahirnya PERPRES Nomor 13 tahun 2018 menjadi langkah awal untuk menghidari adanya kejahatan yang lebih besar terhadap negara serta kejahatan terhadap kemanusiaan. Dimana perbuatan melanggar hukum tersebut dapat mengakibatkan kerugian, tidak hanya kepada negara tapi juga kepada warga negara lainnya.